Cybersecurity in the Boardroom: 3 Pertanyaan Kritis yang Harus Diajukan Setiap Direktur

Rekan-rekan IT Executives sekalian,

Sebagai pemimpin teknologi, Anda berada di posisi yang unik sekaligus menantang. Di satu sisi, Anda memahami secara mendalam kompleksitas ancaman siber. Di sisi lain, Anda dituntut untuk menerjemahkan risiko tersebut ke dalam bahasa yang dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh dewan direksi—bahasa risiko, nilai, dan strategi. Kesenjangan antara pemahaman teknis dan implikasi bisnis inilah yang sering kali menjadi titik buta paling berbahaya bagi sebuah organisasi.

Dokumen ini bukanlah laporan teknis. Ini adalah kerangka percakapan strategis yang dirancang untuk membekali Anda dalam memimpin dialog penting di ruang direksi dan membekali dewan dengan pertanyaan yang tepat untuk menjalankan tata kelola risiko secara efektif.

Berikut adalah tiga pertanyaan kritis yang harus menjadi agenda utama.

Pertanyaan 1: Apakah Risiko Siber Terbesar Kita Sudah Selaras dengan Aset Bisnis Paling Kritis?

Mengapa Pertanyaan Ini Penting:

Dewan direksi harus memiliki keyakinan bahwa investasi keamanan terbesar difokuskan untuk melindungi “permata mahkota” (crown jewels) perusahaan—aset yang jika terganggu akan menyebabkan kerusakan finansial dan reputasi yang paling parah. Pertanyaan ini menggeser fokus dari pendekatan “melindungi segalanya” menjadi “melindungi apa yang paling penting” secara strategis.

Topik Diskusi dan Kerangka Aksi untuk Anda:

  • Presentasikan “Crown Jewel Analysis”: Identifikasi dan paparkan 2-3 aset digital paling krusial (misal: data pelanggan inti, kekayaan intelektual, sistem kontrol industri) dan kuantifikasi dampak bisnisnya jika terjadi insiden.
  • Sajikan Peta Risiko Bisnis: Visualisasikan risiko siber teratas (misal: ransomware pada rantai pasok, spionase korporat) dan tunjukkan korelasinya secara langsung dengan aset-aset krusial tersebut.
  • Fasilitasi Penentuan Selera Risiko (Risk Appetite): Pimpin diskusi untuk mendapatkan persetujuan dewan mengenai tingkat risiko yang dapat diterima oleh perusahaan untuk setiap aset kritis, yang akan menjadi panduan bagi alokasi sumber daya Anda.
  •  

Insiden Siber Sektor Keuangan (2023)

Serangan ransomware besar yang menimpa salah satu bank syariah terbesar di Indonesia pada tahun 2023 adalah contoh nyata dari risiko yang menargetkan “permata mahkota”. Penyerang tidak hanya mencuri data, tetapi secara langsung melumpuhkan sistem operasional inti (core banking system), yang merupakan aset paling krusial bagi sebuah bank. Akibatnya, layanan nasabah terhenti selama berhari-hari, menyebabkan kerugian finansial, krisis kepercayaan publik, dan pengawasan ketat dari regulator. Insiden ini menjadi pengingat keras bagi setiap dewan direksi bahwa pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah: “Apakah kita sudah melindungi jantung operasional bisnis kita dari ancaman paling relevan?”

Pertanyaan 2: Bagaimana Kita Mengukur Bahwa Investasi Keamanan Siber Kita Memberikan Nilai, Bukan Sekadar Menjadi Pusat Biaya?

Mengapa Pertanyaan Ini Penting:

Paradigma yang melihat anggaran keamanan sebagai “biaya asuransi” sudah tidak relevan. Di ekonomi digital, postur keamanan yang solid adalah sebuah business enabler. Dewan direksi perlu melihat bukti bahwa investasi ini tidak hanya mengurangi risiko, tetapi juga secara aktif mendukung ketahanan operasional, kepercayaan pelanggan, dan pertumbuhan bisnis.

Topik Diskusi dan Kerangka Aksi untuk Anda:

Beralih dari Metrik Aktivitas ke Metrik Hasil Bisnis: Daripada melaporkan “jutaan serangan diblokir”, sajikan metrik yang beresonansi dengan dewan:

  • Peningkatan Efisiensi Respons: Tunjukkan penurunan metrik Mean Time to Detect (MTTD) dan Mean Time to Respond (MTTR) sebagai bukti peningkatan efisiensi yang mengurangi dampak finansial.
  • Kalkulasi Penghindaran Kerugian (Loss Avoidance): Berikan estimasi konservatif mengenai potensi kerugian (finansial, denda regulasi) yang berhasil dihindari berkat kontrol keamanan yang ada.
  • Pendapatan yang Diaktifkan (Revenue Enabled): Laporkan jumlah kontrak atau kemitraan yang berhasil dimenangkan karena perusahaan Anda memenuhi standar keamanan yang disyaratkan klien (misal: ISO 27001).

  •  

Keamanan sebagai Pendorong Adopsi Digital Banking

Perbankan digital di Indonesia adalah arena di mana keamanan siber secara langsung diterjemahkan menjadi nilai bisnis. Bank-bank besar seperti BCA, Mandiri, dan lainnya tidak hanya berinvestasi pada keamanan sebagai benteng pertahanan. Mereka secara aktif mengkomunikasikan fitur-fitur keamanan canggih (seperti login biometrik, notifikasi transaksi real-time, dan sistem deteksi anomali) sebagai bagian dari proposisi nilai produk digital mereka (myBCA, Livin’). Investasi ini memungkinkan mereka membangun kepercayaan nasabah untuk beralih ke platform digital, yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi operasional dan loyalitas pelanggan. Dalam kasus ini, investasi keamanan bukanlah biaya, melainkan enabler utama dari strategi transformasi digital mereka.

Pertanyaan 3: Seberapa Tangguh Organisasi Kita untuk Bertahan dan Pulih dari Insiden Siber Besar?

Mengapa Pertanyaan Ini Penting:

Fokus dewan harus bergeser dari pencegahan semata ke arah ketahanan siber (cyber resilience). Pertanyaannya bukan lagi “jika”, melainkan “kapan” insiden terjadi. Ketangguhan ini menguji kesiapan seluruh jajaran pimpinan—bukan hanya tim teknis—dalam mengelola krisis, mulai dari komunikasi, aspek hukum, hingga pemulihan operasional untuk meminimalkan kerusakan.

Topik Diskusi dan Kerangka Aksi untuk Anda:

  • Laporkan Hasil Simulasi Krisis Eksekutif (Executive Tabletop Exercise): Sampaikan temuan dari simulasi insiden terakhir yang melibatkan C-level. Identifikasi kekuatan dan area perbaikan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat strategis.
  • Validasi Rencana Respons Insiden (Incident Response Plan): Berikan jaminan kepada dewan bahwa rencana tersebut relevan, telah diuji, dan semua pimpinan memahami peran serta tanggung jawab mereka.
  • Tinjau Kecukupan Asuransi Siber: Paparkan dengan jelas cakupan polis asuransi siber, termasuk batasan dan prasyaratnya, untuk memastikan tidak ada ekspektasi yang keliru saat krisis terjadi.
  • Konfirmasi Kesiapan Komunikasi Krisis: Pastikan dewan mengetahui bahwa protokol untuk berkomunikasi dengan investor, regulator, dan pelanggan telah siap untuk dieksekusi.

 

Ujian Resiliensi di Tengah Krisis Siber

Mengacu kembali pada insiden perbankan di tahun 2023, krisis tersebut menjadi ujian ketangguhan organisasi secara menyeluruh dan transparan. Insiden ini tidak hanya menguji kemampuan tim IT untuk memulihkan sistem, tetapi juga menguji kemampuan tim kepemimpinan dalam berkomunikasi dengan jutaan nasabah yang panik, berkoordinasi dengan regulator (OJK, BI, BSSN), dan mengelola narasi di media massa. Pelajaran utamanya adalah bahwa rencana pemulihan teknis (Disaster Recovery Plan) saja tidak cukup. Resiliensi sejati menuntut adanya rencana komunikasi krisis yang teruji, tim legal yang siap, dan kepemimpinan yang solid di tingkat eksekutif untuk menavigasi situasi yang sangat kompleks.

Langkah Berikutnya: Dari Percakapan Menuju Kemitraan Strategis

Rekan-rekan IT Executives, peran Anda kini telah melampaui seorang manajer teknologi; Anda adalah penasihat risiko strategis bagi dewan.

Gunakan tiga pertanyaan ini sebagai kerangka kerja untuk memandu diskusi Anda selanjutnya. Dengan memfokuskan percakapan pada risiko yang selaras, nilai yang terukur, dan ketahanan yang teruji, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban pelaporan, tetapi juga memantapkan posisi Anda sebagai mitra yang sangat diperlukan bagi kesuksesan jangka panjang perusahaan.

Author:

Harry Setiadi

Digital Business Strategist

GM Sales & Marketing Inixindo Jogja

Ubah Teknologi dari Beban Biaya menjadi Mesin Pertumbuhan

Bangun masa depan bisnis Anda dengan IT Master Plan Strategis yang menyelaraskan setiap investasi  teknologi dengan tujuan perusahaan Anda

Tanpa komitmen, dapatan insight awal hanya dalam 60 menit.